![]() |
sumber:pexels |
Kebijakan publik adalah bagian penting dari penyelenggaraan negara. Sebuah kebijakan tidak muncul begitu saja, melainkan melewati proses panjang yang melibatkan banyak aktor, mulai dari pemerintah, lembaga politik, hingga masyarakat. Proses inilah yang menentukan apakah sebuah kebijakan benar-benar mampu menjawab persoalan publik atau justru hanya menjadi produk formalitas. Oleh karena itu, memahami proses kebijakan publik sangat penting, baik dari sisi teoritis maupun praktis.
Secara sederhana, proses dapat diartikan sebagai serangkaian tahapan yang memiliki awal dan akhir. Dalam kebijakan publik, proses berarti perjalanan suatu masalah dari saat dikenali hingga kebijakan yang lahir dievaluasi. Nicholas Henry menegaskan bahwa kebijakan publik bisa dipelajari dari sisi prosesnya, bukan hanya dari hasil dan dampaknya. Artinya, penting melihat bagaimana sebuah masalah dirumuskan, diformulasikan menjadi kebijakan, diimplementasikan, lalu dinilai kembali efektivitasnya.
Dalam literatur, banyak pakar mengajukan model proses kebijakan publik. Meskipun berbeda dalam jumlah tahapannya, semuanya sepakat bahwa kebijakan publik selalu dimulai dari perumusan masalah dan diakhiri dengan evaluasi. Perbedaan lebih pada detail dan urutan yang ditawarkan masing-masing tokoh.
1. Model Proses Menurut Charles O. Jones
Jones mengemukakan sebelas tahapan yang cukup rinci. Dimulai dari mendefinisikan masalah (perception/definition), lalu mengumpulkan orang-orang yang punya pikiran sama (aggregation), mengorganisasi mereka (organization), hingga membawa isu tersebut masuk ke agenda kebijakan (agenda setting).
Tahap berikutnya adalah formulasi, di mana berbagai alternatif solusi dibahas. Setelah itu, masuk ke proses legitimasi, penganggaran, implementasi, evaluasi, hingga akhirnya penyesuaian atau penghentian kebijakan (termination). Gambaran ini menunjukkan betapa kompleksnya proses kebijakan publik karena setiap tahap memiliki tantangan sendiri.
2. Model Proses Menurut Harold Laswell
Laswell menyederhanakan tahapan Jones menjadi tujuh langkah yang dikenal sebagai policy cycle. Dimulai dari tahap intelijen, yaitu mengumpulkan informasi dan data tentang masalah. Lalu ada tahap promosi untuk memengaruhi pembuat kebijakan agar isu tertentu masuk agenda.
Setelah itu, masalah diformulasikan dalam bentuk alternatif kebijakan (prescription), kemudian disahkan (invocation), dilaksanakan (application), disesuaikan (termination), dan terakhir dievaluasi (appraisal). Meski lebih ringkas, model Laswell tetap menekankan pentingnya evaluasi di akhir proses sebagai bahan perbaikan.
3. Model Proses Menurut Garry Brewer
Brewer mengajukan enam tahap: inisiasi, estimasi, seleksi, implementasi, evaluasi, dan terminasi. Model ini lebih sederhana dibanding Jones dan Laswell, namun tetap memuat inti dari proses kebijakan publik. Menariknya, dalam praktik, tahapan ini sering kali tidak berjalan linier. Misalnya, kebijakan bisa tetap dilaksanakan meski dana belum tersedia, atau evaluasi dilakukan bersamaan dengan implementasi.
Praktik Proses Kebijakan Publik di Indonesia
Dalam konteks Indonesia, proses kebijakan publik sering menghadapi tantangan besar. Salah satunya terlihat pada kebijakan pengentasan kemiskinan setelah krisis 1998. Pemerintah menetapkan tujuan mengurangi kemiskinan, lalu merancang program seperti Inpres Desa Tertinggal. Program ini lahir dari identifikasi masalah, perumusan strategi, pengalokasian anggaran, hingga implementasi di lapangan.
Namun, sebagaimana dicatat dalam teori, pelaksanaan kebijakan tidak selalu berjalan mulus. Ada faktor penghambat seperti keterbatasan dana, birokrasi yang rumit, atau resistensi dari kelompok tertentu. Di sisi lain, ada juga faktor pendorong seperti dukungan politik dan partisipasi masyarakat. Proses evaluasi menjadi penting untuk melihat kelemahan ini sekaligus memperbaiki kebijakan di masa mendatang.
Proses kebijakan publik bersifat dinamis. Perubahan sosial, ekonomi, dan politik sering kali memaksa pemerintah untuk menyesuaikan kebijakan. Selain itu, karena melibatkan banyak aktor, proses kebijakan sering diwarnai negosiasi, kompromi, bahkan tarik-menarik kepentingan. Jika tidak dikelola dengan baik, hasilnya bisa jauh dari kebutuhan publik.
Oleh karena itu, dibutuhkan mekanisme yang rasional sekaligus fleksibel. Rasional artinya berbasis pada data dan analisis, sementara fleksibel artinya mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lapangan. Perpaduan keduanya menjadi kunci agar kebijakan publik tidak hanya bagus di atas kertas, tetapi juga efektif di masyarakat.
Proses kebijakan publik bukan sekadar urutan formal, melainkan dinamika yang melibatkan banyak aktor dan faktor. Dari model Jones, Laswell, hingga Brewer, dapat dilihat bahwa setiap tahapan memiliki fungsi penting yang menentukan kualitas kebijakan. Di Indonesia, pengalaman pengentasan kemiskinan pasca-krisis menunjukkan bagaimana teori dan praktik saling terkait.
Dengan memahami proses kebijakan publik, baik mahasiswa maupun praktisi akan lebih siap menghadapi tantangan nyata di lapangan. Intinya, kebijakan publik yang baik lahir dari proses yang matang, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Tokoh/Model |
Jumlah Tahap |
Tahapan Utama |
Ciri Khas |
Charles O. Jones |
11 tahap |
Perception/definition,
aggregation, organization, representation, agenda setting, formulation,
legitimation, budgeting, implementation, evaluation, adjustment/termination |
Tahap paling rinci,
menekankan pentingnya agenda setting, penganggaran, dan legitimasi sebelum
implementasi |
Harold Laswell (Policy Cycle) |
7 tahap |
Intelligence,
promotion, prescription, invocation, application, termination, appraisal |
Lebih
sederhana, menekankan evaluasi (appraisal) di akhir, terminasi ditempatkan
sebelum evaluasi |
Garry Brewer |
6 tahap |
Invention/initiation,
estimation, selection, implementation, evaluation, termination |
Tahap paling ringkas,
menekankan fleksibilitas (tidak selalu linier dalam praktik) |
0 Komentar