Fokus Kajian

Peran Hukum Internasional dalam Mengatur Hubungan Bilateral Indonesia

sumber:pexels

Hubungan antarnegara selalu menjadi bagian penting dalam menjaga stabilitas dunia. Tidak ada negara yang benar-benar bisa berdiri sendiri tanpa berhubungan dengan pihak lain. Keterbatasan sumber daya, teknologi, maupun kebutuhan ekonomi membuat kerja sama antarnegara menjadi suatu hal yang tak terhindarkan. Bentuk kerja sama tersebut bisa berupa hubungan multilateral, regional, ataupun bilateral. Di antara bentuk hubungan itu, kerja sama bilateral menempati posisi yang cukup penting karena sifatnya yang langsung antara dua negara. Hubungan bilateral sering kali lebih konkret karena berhubungan dengan kepentingan masing-masing negara secara langsung, mulai dari bidang politik, ekonomi, keamanan, hingga budaya.

Dalam praktiknya, kerja sama bilateral tidak bisa dilepaskan dari keberadaan hukum internasional. Setiap interaksi antarnegara harus diatur oleh norma dan aturan agar tercipta keteraturan, keadilan, serta kepastian hukum. Tanpa adanya hukum internasional, hubungan antarnegara bisa berakhir dengan konflik berkepanjangan. Artikel ini akan membahas peran hukum internasional dalam mengatur hubungan bilateral Indonesia, termasuk dasar teoretis, praktik yang dijalankan, permasalahan yang muncul, serta bagaimana hukum internasional memberikan mekanisme penyelesaian konflik.

Hubungan bilateral merupakan bentuk kerja sama yang dilakukan oleh dua negara untuk mencapai tujuan tertentu. Dari sudut pandang teori hubungan internasional, terdapat beberapa cara memandang pentingnya kerja sama bilateral. Kaum realis menekankan bahwa sistem internasional bersifat anarki sehingga negara harus mengutamakan keamanan dan kekuatan militer. Hubungan bilateral dalam pandangan ini dianggap sebagai cara untuk menyeimbangkan ancaman yang datang dari luar.

Berbeda dengan realis, kaum liberal menekankan pentingnya demokrasi, interdependensi, dan institusi internasional. Menurut pendekatan ini, kerja sama bilateral justru lahir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menghindari konflik. Negara-negara bisa menjalin hubungan dagang, membuat perjanjian, dan membentuk institusi agar kepentingan ekonomi serta politik bisa tercapai bersama. Pandangan ini relevan bagi Indonesia yang banyak membangun kerja sama bilateral dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.

Selain itu, lembaga internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turut mengakui hubungan bilateral antarnegara sepanjang didasarkan pada prinsip kedaulatan. Dengan kata lain, hubungan bilateral tidak boleh merusak kedaulatan pihak lain, melainkan harus berangkat dari kesepakatan bersama. Di sinilah peran hukum internasional menjadi penting sebagai payung yang memastikan hubungan bilateral berjalan sesuai prinsip dasar hubungan antarnegara.

Praktik Hubungan Bilateral Indonesia

Sejak merdeka pada tahun 1945, Indonesia telah aktif menjalin hubungan luar negeri, termasuk melalui jalur bilateral. Sampai sekarang, Indonesia sudah menjalin kerja sama bilateral dengan lebih dari 160 negara yang tersebar di hampir semua kawasan dunia, mulai dari Asia, Afrika, Eropa, Amerika, hingga Pasifik. Mitra kerja sama Indonesia sangat beragam, antara lain Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, Arab Saudi, Malaysia, Australia, India, hingga negara-negara Eropa.

Ada beberapa alasan mengapa Indonesia gencar membangun kerja sama bilateral. Pertama, untuk menjaga perdamaian dunia melalui hubungan diplomatik yang stabil. Kedua, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, baik melalui perdagangan, investasi, maupun kerja sama pembangunan. Ketiga, untuk mengatasi masalah global seperti imigrasi, pengangguran, dan perubahan iklim. Keempat, untuk memperkuat pembangunan nasional dengan dukungan teknologi maupun sumber daya dari negara lain. Semua alasan tersebut menunjukkan bahwa hubungan bilateral adalah instrumen strategis bagi Indonesia dalam mencapai tujuan nasional.

Meski bertujuan baik, hubungan bilateral tidak lepas dari berbagai persoalan. Contoh yang cukup sering muncul adalah hubungan Indonesia dengan Malaysia. Kedua negara ini memiliki kedekatan sejarah dan budaya, tetapi juga kerap mengalami ketegangan. Persoalan yang sering timbul mencakup perbatasan wilayah, pembakaran hutan lintas batas, hingga masalah tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia. Banyak TKI bekerja secara ilegal karena keterbatasan lapangan kerja di dalam negeri. Sayangnya, kondisi ilegal tersebut membuat mereka rentan mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi.

Selain dengan Malaysia, Indonesia juga menghadapi masalah dengan Tiongkok, terutama terkait konflik Laut Natuna Utara. Tiongkok mengklaim sebagian wilayah laut yang menurut hukum internasional jelas merupakan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Konflik ini sempat memanas ketika Tiongkok meminta Indonesia menghentikan pengeboran minyak dan gas di wilayah tersebut. Situasi ini menunjukkan bagaimana perbedaan klaim wilayah bisa menimbulkan ketegangan dalam hubungan bilateral.

Permasalahan-permasalahan semacam ini membuktikan bahwa hubungan bilateral tidak selalu berjalan mulus. Ada kalanya kepentingan nasional masing-masing negara berbenturan sehingga menimbulkan sengketa. Pada titik inilah hukum internasional dibutuhkan untuk memberikan mekanisme penyelesaian yang adil.

Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Hukum Internasional

Hukum internasional menyediakan berbagai cara penyelesaian sengketa yang bisa ditempuh oleh negara-negara yang berselisih. Beberapa metode yang umum digunakan antara lain arbitrase, penyelesaian yudisial, negosiasi, mediasi, konsiliasi, jasa baik, hingga pencarian fakta.

Arbitrase dilakukan dengan menyerahkan sengketa kepada pihak ketiga yang netral untuk diputuskan secara adil. Penyelesaian yudisial dilakukan melalui pengadilan internasional, misalnya Mahkamah Internasional. Sementara itu, negosiasi dan mediasi lebih menekankan pada perundingan untuk mencapai kesepakatan yang bisa diterima kedua belah pihak, dengan atau tanpa kehadiran mediator. Konsiliasi dan jasa baik juga merupakan bentuk keterlibatan pihak ketiga, meski sifatnya tidak mengikat.

Selain cara-cara tersebut, ada pula metode pencarian fakta yang digunakan ketika terjadi perbedaan pandangan mengenai data atau informasi. Dalam hal ini, dibentuklah komisi khusus yang bertugas mencari kebenaran atas fakta yang diperdebatkan. Semua mekanisme ini pada dasarnya bertujuan menjaga agar penyelesaian sengketa dilakukan secara damai, bukan melalui kekerasan.

Faham Monisme dan Dualisme dalam Hukum Internasional

Dalam teori hukum internasional, terdapat dua pandangan utama terkait hubungan hukum internasional dengan hukum nasional. Pandangan dualisme melihat bahwa hukum internasional dan hukum nasional adalah dua sistem yang terpisah. Artinya, berlakunya hukum internasional dalam suatu negara tergantung pada kemauan negara tersebut. Sebaliknya, pandangan monisme menganggap bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan bagian dari satu kesatuan hukum yang lebih besar, yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusia.

Perdebatan ini juga relevan bagi Indonesia, khususnya ketika menghadapi persoalan bilateral. Misalnya, ketika ada perjanjian atau nota kesepahaman, apakah aturan itu langsung berlaku di dalam negeri atau perlu diadopsi dulu ke dalam hukum nasional. Pandangan yang diambil akan memengaruhi sejauh mana hukum internasional memiliki kekuatan dalam mengatur hubungan bilateral.

Hubungan bilateral adalah instrumen penting bagi Indonesia untuk mencapai tujuan nasional, mulai dari menjaga perdamaian, memenuhi kebutuhan ekonomi, hingga mempercepat pembangunan. Namun, hubungan semacam ini tidak selalu mulus karena sering kali muncul perbedaan kepentingan yang menimbulkan konflik. Oleh karena itu, hukum internasional memegang peranan penting sebagai pedoman sekaligus mekanisme penyelesaian sengketa.

Berbagai metode penyelesaian yang ditawarkan hukum internasional, seperti arbitrase, mediasi, dan peradilan internasional, memberikan alternatif yang damai dan adil bagi negara-negara yang berselisih. Selain itu, perdebatan mengenai monisme dan dualisme juga menunjukkan bahwa hubungan antara hukum nasional dan internasional harus dipahami dengan tepat agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peran hukum internasional dalam mengatur hubungan bilateral Indonesia sangatlah vital. Tanpa hukum internasional, kerja sama bilateral hanya akan berpotensi menimbulkan konflik. Sebaliknya, dengan adanya hukum internasional, hubungan bilateral bisa menjadi instrumen diplomasi yang membawa manfaat nyata bagi kesejahteraan rakyat dan stabilitas dunia.

0 Komentar

Type and hit Enter to search

Close