Fokus Kajian

Melibatkan Hukum Lingkungan dalam Keberlanjutan Ekologi dan Kesejahteraan Sosial

sumber:pexels

Lingkungan yang sehat merupakan hak dasar setiap warga negara Indonesia. Hal ini secara tegas tertuang dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan semakin hari semakin meningkat, ibarat bola salju yang terus menggelinding menjadi semakin besar. Permasalahan lingkungan kini tidak lagi bersifat lokal, tetapi sudah merambah ke ranah nasional, regional, bahkan global.

Dalam konteks pembangunan, lingkungan sering kali dipandang hanya sebagai objek yang bisa dieksploitasi. Pembangunan ekonomi yang tidak terkendali mendorong terjadinya pencemaran, deforestasi, serta hilangnya keseimbangan ekosistem. Kondisi ini menunjukkan bahwa hukum lingkungan belum sepenuhnya berada di garis depan dalam perumusan kebijakan pembangunan. Padahal, penegakan hukum lingkungan menjadi kunci untuk memastikan pembangunan dapat berjalan seiring dengan kelestarian lingkungan. Artikel ini akan membahas perkembangan hukum lingkungan di Indonesia, tantangan penegakannya dalam era pembangunan, konsep lingkungan sehat dalam perspektif hukum, hingga urgensi penerapan hukum lingkungan yang berkelanjutan.

Hukum lingkungan merupakan cabang hukum yang berkembang cukup pesat, terutama setelah lahirnya kesadaran global mengenai pentingnya perlindungan lingkungan. Awalnya, hukum lingkungan lebih bersifat use-oriented, yaitu memberikan ruang yang luas bagi negara dan masyarakat untuk mengeksploitasi sumber daya alam tanpa kewajiban menjaga dan melestarikannya. Contohnya, Konvensi Hukum Laut 1958 yang lebih menekankan pada hak eksploitasi laut, tanpa disertai aturan tegas untuk mencegah pencemaran.

Perubahan paradigma baru dimulai sejak Deklarasi Stockholm 1972 yang menandai kelahiran hukum lingkungan modern. Sejak itu, hukum lingkungan tidak lagi hanya berbicara soal pemanfaatan, tetapi juga menekankan aspek perlindungan dan keberlanjutan. Di Indonesia, perkembangan hukum lingkungan terlihat dari hadirnya berbagai peraturan, termasuk Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU ini mengatur instrumen pencegahan, penegakan hukum, hingga tanggung jawab negara dan korporasi terhadap lingkungan.

Meskipun perangkat hukum sudah tersedia, tantangan masih sangat besar. Fakta di lapangan menunjukkan kerusakan lingkungan lebih cepat daripada upaya pemulihannya. Eksploitasi besar-besaran atas nama pembangunan menyebabkan deforestasi jutaan hektar hutan, pencemaran sungai, hingga menurunnya daya dukung lingkungan. Kondisi ini menunjukkan bahwa implementasi hukum lingkungan belum sejalan dengan semangat perlindungan yang diharapkan.

Indonesia menghadapi dilema antara mendorong pembangunan ekonomi dan menjaga kelestarian lingkungan. Banyak kebijakan pembangunan masih mengorbankan aspek lingkungan dengan alasan kepentingan investasi atau pertumbuhan ekonomi. Hasilnya, kerusakan ekosistem semakin meluas, dan bahkan dalam beberapa kasus menimbulkan apa yang disebut ekosida atau pembunuhan ekosistem yang bersifat permanen.

Penegakan hukum lingkungan seharusnya menjadi benteng terakhir dalam menjaga keseimbangan pembangunan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 menyediakan tiga jalur penegakan: administrasi, perdata, dan pidana. Dari ketiganya, penegakan administrasi dianggap paling strategis karena lebih fokus pada pencegahan pencemaran. Namun, tantangannya adalah lemahnya komitmen politik, minimnya pengawasan, serta masih sering terjadinya kompromi antara kepentingan ekonomi dengan perlindungan lingkungan.

Di sisi lain, kesadaran masyarakat terhadap isu lingkungan juga masih terbatas. Partisipasi publik dalam mengawasi dan melaporkan pelanggaran lingkungan belum maksimal. Padahal, UUD 1945 memberikan kewenangan rakyat untuk ikut menjaga kelestarian lingkungan sebagai bagian dari kedaulatan rakyat itu sendiri. Oleh sebab itu, penegakan hukum lingkungan memerlukan sinergi antara negara, korporasi, dan masyarakat sipil agar pembangunan bisa berjalan tanpa merusak keberlangsungan hidup generasi mendatang.

Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat pada dasarnya adalah bagian dari hak asasi manusia. Sejak era pemikiran filsafat klasik hingga modern, banyak tokoh menekankan bahwa manusia memiliki hak kodrati untuk hidup, menjaga kesehatan, serta mempertahankan lingkungannya. Cicero, Grotius, hingga Locke sama-sama menekankan bahwa kehidupan yang baik hanya mungkin terwujud bila ada keadilan dalam relasi antara manusia dan lingkungannya.

Di Indonesia, konsep lingkungan sehat diperkuat dalam berbagai aturan hukum. Pasal 28H UUD 1945 menggariskan hak setiap orang untuk memperoleh lingkungan yang baik. Hal ini kemudian dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa perlindungan lingkungan bertujuan menjamin keselamatan, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta generasi mendatang. Bahkan, perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam diwajibkan melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai UU Perseroan Terbatas Tahun 2007.

Dengan demikian, lingkungan sehat bukan sekadar isu ekologis, melainkan juga menyangkut hak dasar warga negara. Negara berkewajiban menjamin pemenuhannya melalui kebijakan, regulasi, dan penegakan hukum yang efektif. Jika hak atas lingkungan sehat dilanggar, maka sesungguhnya negara juga melanggar hak asasi manusia warganya.

Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, penegakan hukum lingkungan memiliki posisi vital. Pembangunan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan akan berujung pada kerusakan permanen yang mengancam kehidupan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, penegakan hukum lingkungan tidak boleh hanya bersifat reaktif, tetapi juga harus preventif dan proaktif.

Pemerintah perlu memperkuat kelembagaan lingkungan, baik dari sisi regulasi maupun kapasitas pengawasannya. Instrumen seperti analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), baku mutu lingkungan, serta audit lingkungan harus ditegakkan secara konsisten. Selain itu, keterlibatan masyarakat dan dunia usaha sangat penting untuk memastikan akuntabilitas dalam pengelolaan lingkungan.

Yang tidak kalah penting, penegakan hukum lingkungan harus didasarkan pada prinsip keadilan antar generasi. Artinya, pembangunan hari ini tidak boleh mengorbankan hak generasi mendatang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dengan menjadikan hukum lingkungan sebagai pilar pembangunan berkelanjutan, Indonesia bisa memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi berjalan seiring dengan keberlanjutan ekologi dan kesejahteraan sosial.


0 Komentar

Type and hit Enter to search

Close