Fokus Kajian

Sistem Kepabeanan Era Digital dalam Bingkai Hukum Perpajakan dan Kepabeanan Indonesia

    Dalam sistem hukum keuangan negara, salah satu pilar pentingnya adalah hukum perpajakan dan hukum kepabeanan. Dua cabang hukum ini memiliki peran vital dalam mengatur penerimaan negara yang bersumber dari kegiatan ekonomi masyarakat, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Di tengah ketidakpastian ekonomi global seperti pandemi COVID-19, konflik geopolitik, dan fluktuasi harga komoditas, sistem perpajakan dan kepabeanan Indonesia dituntut untuk tetap optimal, adaptif, dan responsif.

    Peningkatan aktivitas ekspor-impor Indonesia secara langsung membawa implikasi hukum terhadap tata cara pemungutan bea masuk, bea keluar, dan cukai. Hal ini juga memperbesar tanggung jawab Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sebagai pelaksana hukum kepabeanan, yang harus mampu menjamin pelayanan dan pengawasan tetap berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan, seperti UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. Untuk menjawab tantangan ini, negara mendorong digitalisasi melalui sistem CEISA 4.0 dan program National Logistic Ecosystem (NLE).

    Sistem Customs and Excise Information System and Automation (CEISA) yang dikembangkan DJBC adalah bentuk implementasi konkrit dari prinsip hukum administrasi perpajakan dan kepabeanan. Dalam hukum positif, khususnya hukum pajak materiil dan formil, asas kepastian hukum, kemanfaatan, dan efisiensi menjadi pedoman utama. CEISA 4.0 dibangun untuk memastikan adanya sistem layanan dan pengawasan yang patuh hukum, meminimalkan potensi penyimpangan, serta memberikan kepastian bagi wajib pajak dan pengguna jasa kepabeanan.
Dalam hukum pajak dan kepabeanan, kepatuhan wajib pajak dan pengguna jasa merupakan aspek hukum yang sangat diperhatikan. CEISA 4.0 memberi ruang untuk memantau aktivitas pengguna jasa secara real-time, mendeteksi pelanggaran, serta mempercepat penanganan hukum atas pelanggaran di bidang kepabeanan. Hal ini memperkuat fungsi DJBC tidak hanya sebagai pelayan publik tetapi juga sebagai penegak hukum fiskal yang memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan berdasarkan UU Kepabeanan dan UU Cukai.
Transformasi sistem kepabeanan Indonesia juga memperhatikan prinsip-prinsip hukum internasional di bidang perpajakan dan perdagangan. Konsep interoperabilitas, transparansi informasi, dan pengambilan keputusan desentralistik yang diadopsi dari World Customs Organization (WCO) menunjukkan bahwa Indonesia mulai menerapkan standar internasional dalam sistem hukumnya.
    Secara hukum, sistem CEISA 4.0 merupakan bukti bahwa teknologi informasi dapat memperkuat penerapan hukum perpajakan dan kepabeanan di Indonesia. Sistem ini tidak hanya memberikan kemudahan bagi masyarakat, tetapi juga meningkatkan efektivitas penegakan hukum fiskal dan administrasi negara.

    Konsep CEISA 4.0 selaras dengan asas dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang mengatur pentingnya administrasi berbasis teknologi dalam pelayanan pajak. Penerapan teknologi big data, kecerdasan buatan (AI), dan sistem manajemen risiko menjadi bagian dari prinsip modernisasi perpajakan, seperti yang diamanatkan dalam reformasi sistem perpajakan nasional.

    Sementara itu, program NLE yang lahir dari Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2020 memperkuat hukum kepabeanan dengan membangun integrasi sistem lintas lembaga. NLE bukan hanya mempercepat layanan logistik, tapi juga membentuk satu ekosistem hukum baru yang lebih terbuka, partisipatif, dan kolaboratif, yang dapat dilihat dari pemanfaatan API (Application Programming Interface) dan open platform untuk pertukaran data antarlembaga.

    Selain itu, kinerja penerimaan negara dari sektor bea dan cukai yang terus meningkat membuktikan bahwa transformasi digital ini selaras dengan fungsi fiskal dalam hukum perpajakan. Tahun 2021 misalnya, realisasi penerimaan bea masuk melampaui target dan mencatat pertumbuhan dua digit. Keberhasilan ini secara yuridis mendukung asas keadilan dan gotong royong fiskal, di mana semua pihak berkontribusi sesuai kemampuan dan legalitasnya.

    Dengan demikian, CEISA 4.0 dan NLE tidak hanya menjawab kebutuhan nasional, tapi juga membawa sistem hukum kepabeanan Indonesia ke arah compliance dengan ketentuan global seperti perjanjian World Trade Organization (WTO), kerangka kerja ASEAN Single Window, hingga prinsip perpajakan digital yang digaungkan OECD.

    Namun, peran CEISA masih bisa ditingkatkan. Di masa depan, sistem ini perlu memperluas fungsinya sebagai orchestrator platform dalam ekosistem digital perpajakan dan kepabeanan. Selain itu, dibutuhkan penguatan regulasi yang memastikan seluruh sistem teknologi informasi yang digunakan oleh negara tetap tunduk pada prinsip-prinsip hukum yang berlaku, termasuk perlindungan data pribadi, asas legalitas, dan akuntabilitas publik.

    Dengan begitu, hukum perpajakan dan kepabeanan Indonesia tidak hanya menjadi alat pemungutan, tetapi juga menjadi instrumen pembangunan yang modern, inklusif, dan berbasis keadilan.

0 Komentar

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close